Sabtu, 31 Januari 2015

Sang Pencuri Hati



Cerpen Garib Ganjar Santika

Di kota ini hidup harus sebagai pemberani. Dengan berani berarti harus menanggung resikonya, baik atau buruk. Setiap hari, siapa pun selalu berhubungan dengan urusan antara hidup dan mati. Dan kalo tak berani, matilah aku…

Seorang ibu rumah tangga tengah berbelanja di sebuah swalayan. Dia sedang asik mencari bahan-bahan pokok untuk  keperluan hidup sehari-hari. Dengan gesitnya dia memasukkan barang belanjaannya ke dalam keranjang.

Dari kejauhan, ada seseorang tengah mengamati gerak-gerik si ibu tadi. Matanya tertuju pada sepeda motor yang diparkir di halaman swalayan. “Inilah, makananku,” gumam Hero.

Sejurus kemudian, Hero dengan tenangnya mencuri vario milik Wati, yang tengah sibuk berbelanja. Siang itu menjadi saksi bagaimana kehebatan Hero dengan secepat kilat mencuri vario. Tak ada yang tahu aksi jahatnya. Bahkan, tak ada orang yang curiga. Siang yang panas itu semua orang sangat sibuk dengan dirinya sendiri.

“Mantap,” seru Hero sambil membawa pergi vario.

Usai berbelanja Wati alangkah kagetnya saat vario kesayangannya raib digondol maling. “Tolllongng…!!!!” Seru dia dengan kerasnya.

Perempuan 40-an itu hampir pingsan karena sangat terpukul. “Oh,,saya tak percaya…siapa yang mencuri varioku?” Tanyanya kepada orang-orang di sekitar swalayan. 

“Apakah ada yang lihat siapa yang telah mencuri motorku?” Wati membelalakkan matanya.

Orang-orang malah acuh tak perduli. “Makanya kalo parkir jangan sembarang, Bu…” seru seorang pejalan kaki.

“Lagian, Ibu ga ngasi tahu ke tukang parkir biar dijagain. Di sini setiap hari selalu ada pencurian, Bu..” kata yang lainnya.

Wati hanya bisa diam seribu bahasa. Dia limbung jatuh pingsan.

*
Hero senang bukan main, hari ini eksekusi sepeda motor sudah dilakukannya. Pelanggan yang telah memesannya tampak bangga dengan permintaan barang yang sesuai dengan keinginannya. “Makasih ya, kau hebat…dengan sekejap kau datangkan keinginanku. Nih, kau ambil Rp4 juta…buatmu,” kata Yani salah satu pelanggannya yang sudah memesan 2 hari yang lalu.

“Oke..makasih juga, saya mau cabut lagi, pemesan yang lain sudah menunggu,” tegas Hero buru-buru.
Dia bergegas. Kota yang garang telah menciptakan rasa berani menyalak-nyalak bagaikan auman anjing gila. Kota yang panas dan gerah telah menciptakan hati yang amarah dan tak pernah takut. Hero makin menjadi-jadi. 

Baginya mencuri adalah pekerjaan sehari-hari yang sudah dijalaninya sejak masa remaja. Kini setelah memiliki anak-istri, dia hidupi keluarga dari hasil mencuri. Mencuri apa saja. Sesuai pemesan.
Hero memang pencuri setia. Dia akui bukan karena terpaksa melakukan pencurian, tetapi juga karena kebutuhan yang tak bisa dia tawar lagi. Untuk mempertahankan hidupnya.

“Di kota ini hidup harus sebagai pemberani. Dengan berani berarti harus menanggung resikonya, baik atau buruk. Setiap hari, siapa pun selalu berhubungan dengan urusan antara hidup dan mati. Dan kalo tak berani, matilah aku…,” gumam dia.

**

“Oke Pa siap, avansa warna hitam ya. Besok aku kirim ke alamat bapak….” Hero kembali dapat pesanan. Kali ini dia harus menyuplai barang curian lagi. Avansa warna hitam. Dia berpikir sejenak. Siapa lagi korbanku, katanya.

Malam yang pekat. Lelaki itu bertopeng dengan memakai sarung tangan. Langkahnya sangat hati-hati memasuki sebuah kawasan permukiman. Dia mengamati ke sekeliling. Setelah dirasa aman, si pencuri itu menaiki pagar dan hap…dia masuki rumah. Di sana sebuah avansa yang dia maksud sudah siap dieksekusi.
Setiap mencuri, dia selalu menghadapi tantangan demi tantangan. 

Dengan pengalamannya yang lihai itu Hero beraksi. Dengan peralatan yang cukup dia putuskan kunci pagar dan pintu mobil pun bisa dibuka. Sejurus kemudian, dia hidupkan mesin dan secepat kilat dia bawa kabur avansa pesanan tersebut.

Malam yang hitam jadi saksi lagi bagaimana kehebatan Hero mengeksekusi setiap pesanan. Rumah Maryono gempar. Ramai oleh teriakan maling…Seisi rumah pun berhamburan ke garasi. “Siapa yang maling…? Siapa pencurinya..???”

Maryono sungguh tak percaya melihat mobil kesayangannya raib. “Bapak sih, malah memecat Satpam yang biasa jagai mobil… Bapak sih…lupa naro pengaman di mobil…” istrinya malah memarahi dia.
Ke mana pencuri itu? Ke mana mobilku, seru Maryono lagi.

Esoknya, halaman surat kabar dipenuhi oleh pencuri misterius yang akhir-akhir ini selalu nekad beraksi. Kendati siang buta atau malam buta. Bahkan, saat di sebuah keramaian pun pencurian selalu ada di depan mata. Polisi sibuk mencari jejak pelaku.

Hero merasa punya ancaman sekarang. Menurut berita di Koran, siapa yang bisa menangkap pelaku akan dikasih hadiah besar dan akan diangkat menjadi pahlawan kota. Media massa ramai mengiklankannya. Sementara para korban pencurian baik TV, motor, mobil, dll, ramai mendatangi kantor polisi. Hidup mereka tak tenang dan tak merasa nyaman karena banyak pencurian. Mereka mengancam jika pelaku itu ditangkap harus dibakar hidup-hidup.

Hero bergidik. Semua mata seolah tertuju padanya. Bagaimana nanti nasib anak-istriku, bagaimana pula bila anak dan istriku tahu bahwa sesungguhnya aku adalah seorang pencuri? Bagaimanakah bila aku ditangkap dan dibakar hidup-hidup? Bagaimana pula, aku mengakhiri kisah hidupku ini?

Dia bertanya sendiri. Matanya terus melotot menyaksikan berita TV yang tiada henti menyiarkan aksi pencurian yang marak itu.

“Kenapa aku malah jadi penakut sekarang ini? Bukankah jika aku takut aku tak akan hidup lagi. Tidak, aku bukanlah penakut,” dia mengigau dan panik.
Hero merasa pusing dan merasa asing terhadap dirinya.

***

Hati-hatilah bila Anda pulang kerja malam, terutama bagi wanita. Nasib nahas harus dialami Sinta. Mahasiswi cantik yang tengah menyusun skripsi itu ditemukan tewas tergeletak sendirian di gang sempit menuju kamar kosnya. Darah membajiri sekujur tubuhnya. Dugaan sementara wanita berkulit putih itu menjadi korban pemerkosaan. Polisi memberikan garis polisi di sekitar TKP. Wartawan dari berbagai media berdatangan. Kota B jadi mencekam.

Hero dengan santainya menyimak berita di TV dan Koran yang tiada henti menyiarkan aksi pencurian hingga pemerkosaan dan pembunuhan yang mewarnai isu terkini. Walikota B mengadakan rapat dengan seluruh kepala bagian dan jajarannya. Polisi bersiaga dan melakukan investigasi secara maraton. Bahkan, para dukun pun, dan orang pintar pun ditanya. Siapakah sesungguhnya pelaku yang sudah makan banyak korban itu? Atau adakah dalang di balik semua kejadian itu?

Hati Sinta sudah dicuri. Hasil penyelidikan akhir, ditemukan ada seseorang sengaja membunuh Sinta dengan kejam. Tidak ada perkosaan. Hanya saja, seseorang telah mencuri hatinya dengan cara membelah dadanya. Tidak ada yang hilang baik perhiasan ataupun barang lain utuh. Hanya hati. Ya tepatnya hanya jantung hati…
Orang-orang ramai menggunjingkan nasib Sinta yang tewas dengan percuma oleh seseorang yang membutuhkan sepasang jantung hati. Untuk apa sebenarnya si pencuri hati itu dengan teganya membunuh si cantik itu? Mengapa harus itu yang diambil, bukankah dia memiliki perhiasan dan dompet dengan banyak uang? Dan mengapa pula si pencuri tersebut dengan kejinya membunuh Sinta?

Sinta adalah mahasiswi tingkat akhir yang tengah menulis skripsi bertema kerawanan sosial akibat kesenjangan sosial, lengkap dengan analisisnya. Apakah si pencuri itu adalah pelaku yang ramai diberitakan? Orang-orang jadi pusing memikirkan nasib Sinta dan malah mengutuk kenapa pula malam-malam selalu pulang sendirian? Tahukah Anda Kota B itu adalah neraka! Dasar wanita tak tahu diri malah masuk gang sempit dan pake pakaian seksi, ya jadi menantang gitu loh, jadi merangsang begicu… Ah, ngapain mikirin korban Sinta, toh aku belum dapat makan pagi ini…peduli amat, seru yang lain menimpali.
“Sinta, oh, kau anakku, harus mati dengan percuma,” isak Ningsih, ibunya Sinta.

“Oh Sinta, kau adalah bunga terakhir yang pernah kumiliki, mengapa kau cepat pergi,” seru Akbar sang pacar Sinta.

***
Reynaldi duduk gelisah. Dia berjalan ke sana kemari di kamarnya. Sesekali dia lihat ke jendela. Apakah pesananku akan datang tepat waktu? Apakah akan sesuai dengan pesananku? Pagi yang indah udara yang sejuk. Matahari tampak bercahaya dengan gemilang.

Pemuda 17 tahun itu makin gelisah. Hingga dia tak sadar ada seseorang yang mengetuk pintu.
Tok tok tok…Pagi…Asalamualaikum…

Tak ada jawaban. Seseorang telah meletakkannya begitu saja di depan pintu. Sebuah kado dibungkus rapi dan memakai rangkaian bunga indah. Ada secarik kertas di dalamnya bertuliskan: pesananmu sudah siap saji…sepasang hati jantung… salam..ttd..Hero.


Garib 24-10-14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar