"optimisme hidup harus ditanamkan"
Para pengarang yang eksis menjalankan hidupnya dari hasil karya tulis, umumnya mengatakan bahwa bakat hanyalah pemacu saja, dan selebihnya adalah otodidak; yakni belajar dan terus belajar, mencoba dan terus mencoba, dan berkaryalah dengan penuh disiplin.
Kedisiplinan dan mengasah pena berkesinambungan akan menghasilkan karya yang terus berinovasi dengan zaman apa pun. Pengarang adalah saksi adanya kehidupan, entah itu idenya dari kejadian nyata, ataupun dari hasil perenungan, atau hasil dari menyimak makna-makna dalam kehidupan di sekitar kita.
Tak heran, bila pengarang diberikan kelebihan dalam menangkap gagasan, imajinasi, dan gerak batin, yang menggelora dalam jiwanya. Semuanya itu, didapatkan bukan hasil yang mudah, bahkan bisa melewati waktu yang panjang.
Sebelum Helvy Tiana Rosa menjadi penulis kenamaan, dia memiliki masa-masa sulit untuk mencari penghidupan. Namun, dia pandai menangkap tanda-tanda atau naluri yang kelak di kemudian hari menjadi ide kreativitas.
Dalam sebuah biografi mini, di salah satu website, ditemukan kunci-kunci sukses, salah satunya ialah, tak hanya pesan akan optimisme hidup yang berhasil ditanamkan Helvy dalam hidupnya. Namun, kemampuan dan kebiasaan menulis ibunya yang memotivasi dirinya untuk lebih optimis dalam hidup.
Barangkali bakat menulis itu memang diturunkan dari ibunya dan telah ada sejak kecil. Dapat membaca sejak umur lima tahun nyatanya memudahkan Helvy dalam mengerti dan memaknai arti dari sebuah tulisan. Ia mulai semangat membaca sejak ia bisa membaca dan tahu ada tempat persewaan buku yang memajang banyak buku. Setiap harinya, ia sempatkan untuk mampir walau hanya sekedar melihat-lihat jenis buku yang ada.
Maklum, kebutuhan finansial keluarga saat itu hanya cukup digunakan untuk membayar uang sekolah. Namun, bukan Helvy namanya jika ia menyerah pada apa yang ia inginkan. Menginjak kelas 3 SD, Helvy mulai mengumpulkan buku dari hasil tabungannya. Buku-buku yang telah ia kumpulkan lalu disewakan kepada teman-teman sebayanya agar mereka bisa dapat membaca dan mengerti akan luasnya pengetahuan.
Benar, ketika ada suatu ungkapan bahwa dengan membaca kita akan mengetahui isi dunia dan dengan membaca pula kita bisa menuliskan betapa luas dan beragamnya dunia. Agaknya ungkapan tersebut memang berlaku dalam hidup Helvy, hobi membacanya kerap kali ditularkan pada adik-adiknya.
Tak hanya itu, ia juga mulai aktif menulis puisi dan cerpen lalu mengirimkan ke redaksi majalah anak. Benar saja, tak ada perjuangan yang sia-sia, karya Helvy banyak dimuat di majalah anak-anak yang kemudian semakin menyemangatinya untuk terus menulis dan memberikan contoh bagi adik-adiknya.
Helvy kecil tak hanya pandai menulis puisi dan cerpen, ia juga pandai menulis syair lagu. Ayahnya seorang musisi dan percaya bahwa suatu saat nanti Helvy dapat menjadi seorang penulis kenamaan Indonesia. Selama membuat syair lagu, ayahnya selalu mempercayakan Helvy untuk memeriksa syair-syair yang kurang pas kemudian digubah.
Di sekolah, Helvy pun sering mengikuti lomba membaca puisi yang mengantarkannya menjadi seorang sastrawan terkemuka saat ini. Di samping selalu menulis puisi dan cerpen, Helvy juga mulai belajar seni peran yang sering kali ia lihat dan pelajari saat ia berkunjung ke Taman Ismail Marzuki (TIM) setiap minggunya.
Waktu jualah yang akan mengujinya seseorang jadi atau tidaknya menjadi pengarang. Namun, salah satu contoh, bahwa kreativitas Helvy yang di atas rata-rata, di kemudian hari membawanya menjadi seorang pengarang yang tangguh. Bahkan, dirinya menjadi salah satu penulis best seller yang mampu meramaikan jagat karya sastra Indonesia.
Membaca riwayat hidupnya, bagi siapa pun, akan memacu dan meyakinkan bagi siapa pun yang tergerak menggapai hidup dari dunia karang-mengarang. Semakin banyak membaca biografi tokoh sukses, akan makin menantang untuk bisa menaklukkan dunia yang kini menjadi penuh misteri hidup di dalamnya. Dunia yang bagi para penggila karangan makin menemukan arti hidupnya. (catatan garib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar