Selasa, 27 Januari 2015

Keterampilan Menulis Bisa Dipelajari



"Masih Minim Minat Jadi Penulis"




Penulis Buku “WriterPreneurship: Bisnis dan Idealisme di Dunia Penulisan” (Penerbit Referensi, 2012), Ahmad Gaus menyatakan menulis memang menuntut suatu keterampilan khusus. Tapi, semua bentuk keterampilan–termasuk menulis–pada dasarnya bisa dipelajari. Kesalahan banyak orang ialah terlalu percaya pada mitos bahwa seorang penulis itu dilahirkan, bukan dibentuk. Akibatnya, orang yang merasa tidak dilahirkan sebagai penulis memiliki alasan untuk menjauhi profesi ini.



Menurutnya, dalam pandangan tradisional, penulis itu profesi istimewa yang hanya bisa disandangkan pada orang-orang tertentu. Dan celakanya pula, sebagian penulis secara sadar membentuk dunia mereka sebagai dunia yang asing bagi kebanyakan orang. Semakin tidak tersentuh dunia itu semakin istimewa kedudukannya. "Saya pernah mendengar seorang penulis terkenal mengeluh karena, menurutnya, sekarang ini semua orang ingin menjadi penulis dan tidak ingin menjadi pembaca. Gejala itu, lanjutnya lagi, bisa dilihat dari blog-blog yang bertebaran di internet yang isinya kebanyakan hanya “sampah”," papar dia.




Ahmad Gaus menyarankan, siapa pun yang tergerak menjadi penulis untuk rajin mengapresiasi karya orang lain. "Bagaimana mungkin seorang penulis tidak bisa mengapresiasi karya orang lain. Urusan “sampah” itu karena dia melihat dari kacamatanya sebagai seorang penulis terkenal. Kalau saja dia mau sedikit berpandangan positif, sampah itu juga bernilai, setidaknya bagi si penulisnya yang sudah bersusah-payah menuangkan pikiran-pikirannya. Itulah gambaran dunia tulis-menulis kita yang dibesarkan oleh kultur elitisme," terangnya.
.
Dia juga memaparkan, dalam kultur "writerpreneurship", pandangan semacam itu dijauhkan. Setiap orang diajak untuk belajar dan berlatih menjadi penulis. Profesi penulis adalah cita-cita luhur sebagaimana cita-cita untuk menjadi pengusaha, pengacara, pejabat, politisi, ilmuwan, dan sebagainya.

Pandangan bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjadi penulis bukanlah ajaran writerpreneurship. Sebagai lapangan kerja, tulis-menulis adalah dunia yang terbuka lebar. Semakin banyak orang yang menjadikan aktivitas tulis-menulis sebagai sumber penghasilan semakin baik, karena itu berarti mengurangi pengangguran dan meringankan beban pemerintah yang tidak selalu bisa menyediakan lapangan kerja. Sebagai lapangan pengabdian, dunia tulis-menulis mengundang siapa saja untuk menyumbangkan pikiran-pikiran terbaiknya melalui karya yang bermanfaat bagi banyak orang.

Penulis yang sudah menghasilkan puluhan buku ini, mengaku prihatin dengan masih minimnya para penulis di Tanah Air. "Dibandingkan dengan penduduknya, jumlah penulis di negeri kita ini masih sangat sedikit. Kalau kita bertanya kepada pelajar atau mahasiswa siapa penulis favorit mereka, mereka lebih hapal dengan nama-nama penulis asing. Tentu ini ada hubungannya dengan membanjirnya novel dan komik terjemahan di toko-toko buku kita," keluh dia.

Begitu banyak buku pelajaran dan pelatihan menulis diterbitkan, peluang usaha dari bidang ini pun sangat terbuka lebar: mari kita isi kesempatan tersebut dengan menjadi penulis yang kelak bukan saja membawa kebaikan, tetapi juga memberikan sesuatu yang berharga bagi kemajuan bangsa.

Kita tahu, negeri kita masih miskin penulis. Karena itu, mari beramai-ramai menjadi penulis profesional. Kelak penulis-penulis tersebut menjadi aset bangsa yang juga menyelamatkan bangsa dari kebodohan. Bukankah begitu? (catatan garib)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar