"Gairah Membaca Terus Ditingkatkan"
Kegilaan mengarang harus diikuti kegilaan membaca, terutama membaca karya sastrawan ternama. Pelajaran berharga tentu saja bakal didapatkan dari buah fikir mereka. Di samping dapat mendapatkan pendalaman wawasan, juga mendapatkan "teknik mengarang" yang dicontohkan mereka.
Salah satu upaya untuk mencapai hal itu ialah mengkliping karya pengarang top atau pengarang yang acapkali memperoleh penghargaan atas karyanya. Aku sangat menyukai dunia kliping. Kegemaran membaca surat kabar atau majalah yang memuat karya sastra, tak bisa dilewatkan dari hobi mengkliping. Menggunting naskah yang menarik dan menempelkannya di kertas dan merangkainya dalam kumpulan kliping, membuat daya imajinasi makin terlatih.
Salah satu tokoh sastra yang suka mengkliping ialah Pramudya Ananta Toer. Dalam "googgle" kucari artikel tentang "Pram". Berikut kita simak.
Pram
adalah sastrawan besar yang selalu disebut-sebut sebagai satu-satunya calon
penerima Nobel Sastra dari Indonesia. Tetapi Pram yang lahir di Blora 6
Februari 1925 telah meninggal 30 April 2006 yang lalu. Sedangkan Nobel, sejauh
ini, hanya diberikan kepada orang yang masih hidup.
Pram
adalah seorang yang gigih menulis meski sebagian besar hidupnya dihabiskan di
penjara. Dia mencintai pengetahuan dan menyukai kerja. Kerja keras. Bukan
meminta-minta. Dalam karyanya selalu ditemukan inspirasi tentang kegigihan,
perlawanan, dan sikap pantang menyerah, terutama bagi perempuan. Ya, Pram
adalah penulis yang punya kepedulian khusus terhadap kaum tertindas seperti
perempuan.
Selain
dari isi yang dikandungnya, teknik penulisan atau cara penyajian karya-karya
Pram pun terbilang istimewa. Kualitas karya-karya Pram diakui oleh para peminat
sastra di berbagai negara. Berbagai karyanya itu telah diterjemahkan hingga ke
40 bahasa di dunia.
Para
pembaca sastra Indonesia tentu familiar dengan karya-karya Pram seperti Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca yang
dikenal sebagai Tetralogi Buru; atau Nyanyi Sunyi Seorang Bisu,
Perburuan, Korupsi, Bukan Pasarmalam, Arok Dedes, Gadis Pantai, Arus
Balik, Jalan Raya Pos, Kronik Revolusi Indonesia, dan lain-lain. Betul,
selain berkelas, Pram adalah seorang penulis yang sangat produktif.
Tapi
ada sisi lain Pram yang patut kita teladani, yakni kebiasaannya membuat
dokumentasi berupa kliping. Di Perpustakaan Pram di Bojonggede selain buku,
majalah, jurnal, dan lain-lain, koleksi yang paling banyak adalah kumpulan
kliping yang telah dibundel berbentuk buku-buku tebal. Sebuah bundelan tebalnya
bisa mencapai 10 cm bahkan lebih.
Berkunjung
ke perpustakaan Pram kita seakan melihat miniatur Indonesia dalam
bundelan-bundelan dokumentasi yang dibuatnya. Membolak-balik dokumentasi itu
kita bisa menjenguk aneka desa, negeri, sungai, danau, gunung, keadaan
demografi, jumlah sekolah dan murid, bencana alam yang dialami, dan lain
sebagainya dari desa ke kecamatan, kabupaten/kota hingga ke provinsi-provinsi
Indonesia. Segudang informasi tentang sebuah negri yang sangat kaya.
Ada
juga kumpulan Dokumentasi Pribadi Pramoedya Ananta Toer yang dikumpulkan sejak
tahun 1965-2004. Dokumentasi pribadi yang dibundel berbentuk buku itu berisi
berita-berita dan liputan mengenai Pram, surat pribadi dari dan untuk Pram,
artikel/makalah yang pernah dibuat, naskah pidato yang pernah dibacakan, juga
undangan untuk dan dari keluarga Pram, dan hal lain yang membawa nama Pram dan
keluarga.
Tidak
sekedar mengumpulkan, guntingan-guntingan koran itu disusun berdasarkan subjek
dan tahun serta diurut alfabetis dari A ke Z. Bila dideretkan, koleksi kliping
Pram bisa mencapai panjang 16 meter! Makanya bila kita berkunjung ke
Perpustkaan Pram kita bisa melihat betapa rak dan lemari di sana tidak muat
lagi untuk menampung dokumentasi yang begitu banyak. Sungguh suatu pekerjaan
yang membutuhkan ketekunan, kerja keras, dan kesenangan sendiri.
Budaya
mendokumentasi ini tentu banyak gunanya terutama sebagai sumber literatur untuk
penelitian dan pembacaan kini. Telah banyak peneliti dan mahasiswa baik dari
Indonesia maupun luarnegeri yang menggunakan dokumentasi Pram sebagai bahan
riset.
Karena
begitu lengkapnya dokumentasi itu, bisa kita bayangkan betapa tekunnya seorang
Pram. Dan tak diragukan lagi, selain seorang dokumentalis yang sangat tekun,
Pram adalah seorang yang sangat gemar membaca. Dari Pram kita juga belajar
bahwa mendokumentasi adalah sebuah pekerjaan visioner. Peduli masa lalu
juga masa depan. Dalam hal ini, Pram telah memberikan contoh terbaik untuk
kita.
Menurut
putri sulung Pram, Astuti Ananta Toer, sedari dulu Pram selalu mengingatkan
anak dan cucu-cucunya untuk membuat kliping. “Minimal kumpulkan satu jenis
subjek saja yang kau senangi, yakinlah ketika kau besar nanti kau sudah punya
buku dan karya sendiri yang bisa kau manfaatkan,” kata Pram suatu ketika.
Pram
melanggan beberapa koran. Ia mengkliping koran-koran itu setiap hari.
Pagi-pagi koran-koran itu dibaca, ditelaah, dan dipilah apa saja yang
bisa digunting, difotokopi, digunting, dan ditempel. “Bila sedang melakukan
pekerjaan itu tanggannya penuh dengan lem”, kata Astuti. Pram punya alat
pemotong kertas, mesin fotokopi, dan perangkat lain untuk membuat dokumentasi
ini. Karenanya, selain isinya yang kaya, susunan dan tampilan kliping itu juga
rapi.
Saat
ini kita cenderung mengabaikan kebiasaan mendokumentasi. Entah karena ‘tidak
ada waktu’, keberadaan teknologi yang memanjakan, atau karena kita merasa itu
semua tidak penting. Tetapi, sekali lagi penting dicatat, seorang Pram yang
lebih banyak menghabiskan waktunya di penjara bisa melakukan kerja dokumentasi
itu dan banyak orang mendapatkan manfaatnya kini sebagai bahan sejarah dan
kajian ilmiah.
Selain meninggalkan karya sastra kelas dunia dan tulisan-tulisan yang membangkitkan semangat, Pram juga telah mewariskan kepada kita bukti tertulis mengenai Indonesia sebagai hasil kerja kerasnya melakukan kegiatan dokumentasi.
Kembali
kepada kita apakah mau melanjutkan atau tidak?
Tentu, upaya dokumentasi Pram, memberikan teladan bahwa pendokumentasian karya sangat mempertajam mata batin, memperluas cahaya ilmu, dan tentu saja mencerdaskan para pembaca. Kenapa tidak untuk mengikuti jejak langkah Pram tersebut. (catatan garib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar