"Bakat Bukan Hal Utama, Tetapi Kreativitas"
Menjadi pengarang bila mengandalkan bakat semata, tidak mungkin tercapai. Bila bakal 5 persen, 95 persennya adalah kreativitas. Kreativitas harus digerakkan oleh kemauan yang kuat.
Begitu pesan Naning Prnoto, menulis bukan persoalan bakat. Lewat pembelajaran yang selama ini ia lakoni, bakat bukan pemegang kunci utama. Inilah modal menjadi penulis seperti yang juga ia tuangkan dalam buku berjudul 24 Jam Creative Writing.
Modal Pertama: Tekad mantap dan mau melakukan praktik menulis secara berkesinambungan.
Modal Kedua: Banyak membaca berbagai buku bacaan untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan.
Modal Ketiga: banyak bergaul atau bersosialisasi untuk menyelami kehidupan yang lebih baik.
Modal Keempat: mempelajari bahasa dengan memahami berbagai kosakata sebagai media menulis.
Modal Kelima: mempunyai sarana untuk menulis. Misalnya, komputer atau laptop.
Jika tidak, “Pakai buku tulis atau kertas belanja pun jadi,” ujar Naning.
Modal Keenam: bertekad kuat menulis karya bermutu.
Menurut Arswendo Atmowiloto, bila ingin mengarang, ya mengaranglah. Jawaban enteng itulah, namun memiliki arti bahwa "kreativitas" adalah cara bekerja, beraksi, dan berkaryalah.
Dalam Buku "Proses Kreatif: Mengapa dan
Bagaimana Saya Mengarang, 2009,
Pamusuk Eneste (Editor), diterangkan bagaimana seorang penulis bergerak menurut
kata hati. Hal itu dikatakanr Umar Kayam. Menurut dia, proses terjadinya sebuah penulisan tidak bisa
dijelaskan lewat satu penalaran rasional. Jika seorang penulis menghadapi
sebuah kemacetan maka itu sama lumrahnya ketika dia dalam kondisi subur. Masih
menurut Umar, ternyata menulis adalah masalah kemauan yang pribadi sekali dan
masalah determinasi. Sementara Pramoedya Ananta Toer menambahkan beberapa faktor pribadi yang
harus dimiliki setiap penulis, yaitu mental keberanian, kemauan, disiplin,
keyakinan, tanggung jawab, dan kesadaran atau membuat sesuatu tanpa diperintah.
Penulis harus mampu berdiri sendiri,
ketika data informasi menenggelamkan dirinya bagai lautan. Saat itulah dua
makhluk saling mencari titik temu. Sitor Situmorang menggambarkannya dengan
sangat indah, ketika si penyair bekerja dalam keadaan yang hampir mendekati trance,
ilham pun akan mencari, meminta bentuk dan ia menemukannya lewat penulisan.
Satyagraha Hoerip menyebutnya sebagai saat-saat khusus, yaitu saat-saat yang
tidak berketentuan rentang waktunya, saat-saat ketika penulis berada dalam
keadaan melayang-layang antara sadar dan tidak, meramu unsur realitas dan
khayalan.
Jadi, bakat bukanlah hal utama bukan? Selebihnya, adalah kemauan dan kerja keras. Menulis dan menulislah. (catatan garib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar