Kamis, 22 Januari 2015

Membaca Cerpen, Menemukan Warna Hidup



 "Karya Cerpen Menjadi Primadona Surat Kabar"


Salah satu karya sastra yang banyak digemari pembaca adalah cerita pendek (Cerpen). Terbukti halaman surat kabar atau majalah rasanya tak punya greget, jika tidak menampilkan rubrik Cerpen. Kebijakan redaksional yang memberikan ruang khusus untuk pengarang mengasah karyanya, adalah salah satu bukti perhatian serius terhadap kemajuan sastra itu sendiri. Boleh jadi, rubrik Cerpen adalah "primadona" media.

Seiring dengan hal itu, penerbitan buku kumpulan Cerpen sangat pesat--meskipun kebanyakan merupakan karya yang sudah dimuat, diapresi, dan dilombakan, seperti yang acapkali dilakukan Kompas. Tak heran, bila Kompas terus melahirkan karya Cerpen yang banyak diproduksi pengarang pilihan.

Di samping menjadi sarana "uji nyali" sering pula, ajang ini menjadi fenomenal dan mengundang para pemerhati menyimak dan mengulas hasil kreativitas para pengarang tersebut. Seno Gumira Ajidarma sepertinya menjadi "langganan" juara. Produktivitas dan idenya selalu memberikan warna tersendiri.

Jujur Prananto dan Joni Aria Dinata-- juga mulai menggeliat dan makin tertantang bukan saja karena Cerpennya terpilih dan menjadi judul buku kumpulan Cerpen. Bukan hanya ajang lomba, rubrik Cerpen juga menjadi sarana pembaca menemukan karya-karya eksotik lainnya. Budi Darma, Beni Setia, Arswendo Atmowiloto, dan pengarang lainnya, memiliki kehebatan dan keliaran imajinasi yang mengundang pembaca dan penyimak Cerpen, untuk "belajar" cara membikin Cerpen.

Secara singkat, dalam Nurgiyantoro (1995:9) menyebutkan bahwa cerpen termasuk ke dalam cerita fiksi (fiction). Menurutnya, cerpen yang dalam bahasa Inggris disebut short story adalah cerita yang lebih pendek daripada novelette (novelet). Walaupun pendek, panjang cerpen bervariasi. Cerpen yang pendek (short short story) berkisar 500-an kata, cerpen yang panjang cukupan (middle short story), dan cerpen yang panjang (long short story). Sesuai dengan namanya, cerpen adalah cerita yang pendek.

Akan tetapi, ukuran panjang pendeknya tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan antara para pengarang dan para ahli. Lebih lanjut, Nurgiyantoro menyambung lidah Edgar Allan Poe—seorang sastrawan kenamaan Amerika— yang dikutip Jassin (1961:72) bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai di-baca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Cerpen memiliki ke-unity-an karena dalam bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang ”kurang penting” yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Walaupun singkat, cerpen memiliki kelebihan yang khas, yaitu kemampuannya mengemukakan secara lebih banyak dari sekadar apa yang diceritakan. Kelebihan lain `dalah dalam hal membaca. Membaca cerpen tidak menuntut pembaca memahami masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit.   
   
          Sementara itu, cerita pendek atau yang lebih populer dengan akronim cerpen, Thahar (1999:1) mendefinisikan sebagai salah satu jenis fiksi yang paling banyak ditulis orang. Dengan alasan hampir setiap media massa yang terbit di Indonesia menyajikan cerpen setiap minggu. Majalah-majalah hampir selalu memuat satu atau dua cerpen yang seolah-olah tanpa memuat cerpen, isi majalah itu tidak lengkap. Bahkan, pemancar-pemancar radio siaran juga mempunyai rubrik cerpen yang diasuh secara berkala.
 
        Wijosutedjo dan Supriatun mendefinisikan bahwa cerpen (short story) adalah kisahan pendek, kurang dari 10.000 kata, yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan pemusatan diri pada satu tokoh dalam satu situasi atau pada suatu ketika, cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira setengah hingga dua jam.

      Jadi, Cerpen dapat dikatakan sebagai suatu cerita yang mengisahkan salah satu atau sebagian dari kehidupan manusia dengan kriteria: (1) selesai dibaca dalam sekali duduk, sekitar antara setengah sampai dengan dua jam, (2) kurang dari 10.000 kata, (3) memberikan kesan tunggal pada satu tokoh, (4) memiliki alur tunggal dan berjenis alur rapat atau erat sehingga tokoh utama tidak sampai mengalami perubahan nasib. Karena lingkup cerita yang sangat terbatas pada sebagian dari aspek kehidupan seseorang, maka cerita pendek tidak dapat dikonklusikan, apakah denouement atau catastroph.

       Begitulah, lewat karyanya pengarang mampu 'menghipnotis' para pecinta karangan untuk mendalami dan menyelami sisi lain dari kehidupan ini, gagasan yang terus mendunia, hingga tak sadar, betapa penuh warna hidup ini; betapa penuh gelora makna kehidupan ini.(catatan garib)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar